online advertising

this is me

sebuah blog anak kos-kosan

Search This Blog

Saturday, 22 June 2013

Sejarah dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kegiatan dunia perbankan sekarang ini sangat pesat pertumbuhannya di Indonesia. Para pelaku perbankan berlomba-lomba mengeluarkan produk-produk jasa pebankan yang semakin inovatif. Dari jasa berbayar sampai jasa  gratis yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya.
Salah satunya perbankan syariah yang kian mewarnai kegiatan perbankan di Indonesia. Perbankan syariah dan perbankan konvensional bersaing secara sehat dalam rangka pembangunan perekonomian Indonesia. Dalam hal ini penulis menekankan pembahasan pada bidang perbankan syariah.
Lahirnya bank syariah menandai lahirnya perbankan syariah di Indonesia, ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia. Dengan momentum itu pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia tumbuh pesat diterima masyarakat. Hal ini melatar belakangi penulis menyusun makalah ini guna memberikan pengetahuan tentang perbankan syariah dan Bank Muamalat Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa bank syariah ?
2.      Bagaimana perkembangan perbankan syariah di Indonesia ?
3.      Bagaimana sejarah Bank Muamalat Indonesia?
4.      Apa produk-produk Bank Muamalat Indonesia ?
C.    Tujuan
1.      Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari perbankan syariah.
2.      Mahasiswa mampu mengetahui perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
3.      Mahasiswa mengetahui sejarah Bank Muamalat Indonesia serta produk-produknya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Bank Syariah
Kegiatan perbankan baru dimulai dari zaman Babylonia kemudain dilanjutkan ke zaman Yunani kuno dan Romawi. Namun, pada saat itu tugas utama bank hanyalah sebagai tempat tukar menukar uang.
Seiring dengan perkembangan zaman perdagangan dunia, perkembangan perbankanpun semakin pesat karena perkembangan dunia perbankan tidak terlepas dari perkembangan perdagangan. Perkembangan perdagangan semula hanya di daratan Eropa akhirnya menyebar ke Asia Barat. Bank-bank yang sudag terkenal pada saat itu di benua Eropa adalah Bank Venesia tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genoa dan Bank of Barcelona tahun 1320. Sebaliknya perkembangan erbankan di daratan Inggris daru dimulai pada abad ke-16. Namun karena Inggris yang begitu aktif mencari daerah perdagangan yang kemudian dijajah, maka perkembangan perbankan pun ikut dibawa ke negara jajahan.
Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindi-Belanda. Pada saat itu terdapat beberapa bank yang memegang peranaan penting di Hindia-Belanda. [1]
Bank syariah adalah bank yang melaksanakan seluruh kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Rintisan perbankan syariah mulai mewujud di Mesir pada dekade 1960-an dan beroperasi sebagai rural-social bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di sepanjang delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamr Bank binaan Prof. Dr. Ahmad Najjar tersebut hanya beroperasi di pedesaan Mesir dan berskala kecil, namun institusi tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan sistem finansial dan ekonomi Islam.[2]
Perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah yaitu, Bank Konvensional menerapkan sistem Riba sedangkan Bank Syariah menerapkan sistem bagi hasil, pada Bank Syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah sedangkan pada Bank Konvensional tidak ada.
Di Indonesia wacana pendirian bank Islam baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada musyawarah nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, 22-25 agustus 1990.Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.[3] Kelompok kerja tersebut disebut Tim Perbankan MUI.
Hasil kerja Tim Perbankan MUI adalah lahirnya Bank Muamalat Indonesia, pada awal pendiriannya keberadaan  bank syariah belum mendapat perhatian yang optimal dalam industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menghunakan sistm syariah ini hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”; tidak terdapat rincian landasan hukumnya serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan, hal ini sangat tercermin dari UU no.7 tahun 1992.
Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya undang-undang no.10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperisakan dan diimplememtasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvansionel untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.

Bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia, yang berdiri pada tanggal 1 November 1991 dan mulai beroperasi tanggal 1 Mei 1992. Dalam perkembangannya hingga Maret 2013 BMI sudah memiliki 79 kantor cabang, 158 kantor cabang pembantu, 121 kantor kas yang tersebar di seluruh Indonesia.
B.     Produk Bank Syariah
1.      Produk Penghimpunan Dana  (funding)
a.       Prinsip Wadiah
Wadiah merupakan titipan atau simpanan pada bank syariah. Prinsip wadiah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik peroangan maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki.[4] Karena dalam prinsip wadiah pemilik dana dapat mengambil dananya sewaktu-waktu, sehingga bank tidak berhak untuk menggunakan dana tersebut untuk investasi.
Dalam kegiatan ini, bank tidak wajib memberikan imbal jasa kepada nasabah karena dana wadiah tidak dapat diinvestasikan oleh bank sehingga bank tidak mendapatkan manfaat dari dana wadiah. Prinsip wadiah ini cocok digunakan bagi nasabah atau individu yang memiliki dana tidak banyak atau dananya sering diambil untuk modal usaha.[5] Contoh dari prinsip wadiah adalah tabungan dan giro.
b.      Prinsip Mudharabah
Secara bahasa mudharabah berarti bagi hasil. Menurut istilah secara umum mudharabah adalah kerja sama antara pemilik dana atau penanam modal dan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.[6] Nisbah bagi hasil antara bank dengan nasabah biasanya 40:60 atau 30:70 sesuai dengan kesepakan yang disetujui bersama.

2.      Produk Pembiayaan (financing)
a.      Pembiayaan modal kerja
Kebutuhan modal kerja usaha yang beragam, seperti untuk membayar tenaga kerja; rekening listrik dan air;dan sebagainya, dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola bagi hasil dengan akad mudharabah atau musyarakah. Kedua belah pihak mendapatkan manfaat dari pembagian hasil yang adil.[7] Contohnya seperti usaha rumah makan, usaha bengkel,  usaha kelontong, dan pertanian.
Dalam hal ini, bank syariah menyuplai mereka dengan kebutuhan yang mereka inginkan sesuai perjanjian pembiayaan yang disepakati sejak awal. Sedangkan nasabah wajib mengembalikan modal usaha dengan nisbah yang disepakati.
b.      Pembiayaan investasi
Kebutuhan investasi secara umum dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola bagi hasil dengan akad mudhorobah atau musyarakah. Kebutuhan investasi sebagiannya juga dapat dipenuhi dengan pembiayaan berpola jual beli dengan akad murobahah.[8] Contohnya pembuatan pabrik percetakan baru yang membutuhkan banyak mesin cetak.
c.       Pembiayaan konsumtif
Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut.kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer dan sekunder. Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain dan bukan dari eksploitasi barang yang dibiayai dari fasilitas ini.[9]
Pembiayaan konsumtif tersebut biasanya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sekuder. Adapun kebutuhan primer tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil, karena orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primer disebut fakir dan miskin.[10] Contohnya pembiayaan pembelian rumah dengan syarat memiliki ijin dari suami atau istri dan menunjukan slip gaji selama enam bulan terakhir sebagai bukti nasabah mampu membayar cicilan pembiayaan.
3.      Produk Jasa
a.       Wakalah
Wakalah (deputyship), atau biasa disebut perwakilan, adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak (muwakil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Atas jasanya, maka penerima kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah.[11]
Contoh penggunaan wakalah dalam jasa perbankan, adalah transfer dan inkaso yaitu jasa yang diberikan bank untuk mewakili nasabah dalam pemindahan dana dari rekening nasabah (transfer) atau melakukan penagihan untuk rekening nasabah.[12] Contoh jasa yang lainnya sebagai berikut: L/C (Leter of credit), kliring, dan pembayaran gaji.
b.      Kafalah
Kafalah (guaranty) adalah jaminan, beban atau tanggungan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful).[13] Contoh penggunaan jasa perbankan antara lain bank garansi.
Mekanisme dari produk ini adalah Bank Garansi diberikan dalam jangka waktu tertentu terhadap objek penjaminan yang jelas spesifikasi, jumlah dan nilainya. Kontrak jaminan memuat kesepakatan antara pihak bank dan pihak kedua yang dijamin dan dilengkapi dengan persaksian pihak penerima jaminan. Dalam hal pihak kedua tidak dapat memenuhi kewajibannya, bank syariah mengeksekusi garansi dengan melakukan pembayaran dalam skema akad lain (misalnya qard) yang menyertai akad kafalah.[14]
c.       Hawalah
Hawalah merupakan pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Atau dengan kata lain pemindahan beban utang dari satu pihak kepada lain pihak.[15] Contoh penggunaan hawalah dalam jasa perbankan adalah anjak piutang atau factoring.
Sebagai penerapan dalam perbankan syariah dicontohkan seorang pegusaha mendapat fasilitas kredit dari bank konvensional sebesar 1Milyar. Karena tertarik dengan penawaran yang diajukan bank syariah, pengusaha setuju untuk memindahkan fasilitas kreditnya kepada bank syariah. Maka bank syariah melakukan take over fasilitas kredir sejumlah 1Milyar. Utang pengusaha kepada bank konvensional berakhir dan menimbulkan utang piutang baru kepada bank syariah.[16] Dari peristiwa tersebut, maka seorang pengusaha terbebas dari riba.












BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari materi yang telah dibahas, dapat kita ambil kesipulan bahwa Bank syariah adalah bank yang melaksanakan seluruh kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang mulai terwujud di Mesir pada dekade 1960-an dan beroperasi sebagai rural-social bank. Sedangkan bank syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat yang berdiri pada 1 November 1991.
Produk-produk bank syariah adalah funding yang terdiri dari akad wadiah dan mudhorobah. Financing terdiri dari pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, dan pembiayaan konsmtif. Produk jasa terdiri dari Wakalah, Kafalah, dan Hawalah.

















DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur. 2008. Penerapan prinsip Syari’ah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Ascarya. 2011. Akad dan Produk Bank Syari’ah. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Kasmir. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Purnamasari, Irma Devita dan Suswanto. 2011. Akad Syari’ah. Bandung: Kaifa


[1] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, halaman 28
[2] Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, halaman 19
[3]Ibid, halaman 25
[4] Op.cit, halaman 168
[5] Irma Devita dan Suswanto, Akad Syariah, halaman 25
[6] Ibid, halaman 31
[7] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, halaman 125
[8] Ibid, halaman 126
[9] Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik, halaman168
[10] Loc. Cit
[11] Op. Cit, halaman 104
[12] Abdul Ghofur, Penerapan Prinsip Syariah, halaman 26
[13] Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, halaman 105
[14] Abdul Ghofur, Penerapan Prinsip Syariah, halaman 25
[15] Kasmir, Bank dan lembaga Keuangan Lainnya, halaman 176
[16] Irma Devita dan Suswanto, Akad Syariah, halaman 121

3 comments:

  1. Makalah yang simpel dan padat. Mohon diizinkan untuk dikutip demi kelengkapan makalah perkuliahan bank syariah

    ReplyDelete
  2. mohon izin kutip beberapa kalimat yaa... oh iya, penulisnya nama aslinya akh pranoto atau bukan? untuk dimasukkan dalam daftar pustaka menghindari plagiasi. terimakasih sebelumnya..

    ReplyDelete
  3. terima kasih artikelnya, banyak membantu menyelesaikan tugas saya, kalau boleh saya mohon bisa sebut nama mas mas pranoto dalam makalah
    terima kasih!

    ReplyDelete